Politik dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Tetapi bagaimana mendefinisikan satu hal pasti, bahwa politik mencangkup kekuasaan dancara pengunaan kekuasaan. Disamping itu,dalam pengertian seharihari politik juga berhubungan dengan cara dan proses pengelolaan pemerintah suatu Negara, oleh karena itu, politik merupakan salah satu kegiatan penting, mengingat bahwa suatu masyarakat hanya bias hidup secara teratur kalau ia hidup dan tingal dalam sebuah Negara dengan segala perangkat kekuasaanya.
Dakwah merupakan rekontruksi masyarakat sesuai dengan ajaran Islam, seperti sudah dikatakan, semua bidang kehidupan dapat dijadikan arena
dakwah dan seluruh kehidupan bias digunakan sebagai sarana atau alat dakwah, kegiatan politik, sebagaimana kegiatan ekonomi, usaha – usaha,
gerakan – gerakan budaya, teknologi, kreasiseni, kondifilasi hukum. Politik identik dengan kekuasaan yang berarti menghalalkan segala cara, sementara dakwah adalah untuk kebaikan dan perbaikan masyarakat yang jelas tujuan dan misi yang diembannya.
Partai Politik yang
memanfaatkan Ulama untuk mendapatkan kekuasaan
Seseorang atau suatu organisasi yang
berpolitik melalui dakwah seringkali menggunakan atribut-atribut dakwah dalam melakukan lobi-lobi politik. Di sini kekuasaan menjadi tujuan utamanya. Akibatnya,
kebijakan dan sikap dari orang atau organisasi ini dapat tiba-tiba berubah menyesuaikan dinamika politik yang ada agar
yang bersangkutan tetap berada dalam lingkaran kekuasaan, mendapat simpati masyarakat, atau alasan-lain yang
bersifat duniawi.
Biasanya alasan klasik yang diberikan dan disampaikan kemasyarakat adalah bahwa dengan masuk dalam lingkaran kekuasaan yang ada,
maka dakwah akan lebih mudah dilakukan.
Saat ini kita lihat banyak partai politik yang
menggunakan atribut dakwah dalam aktivitasnya. Adakah partai yang benar-benar berdakwah melalui jalur politik? Suatu partai yang berdakwah melalui jalur politik mestinya tidak akan berkoalisi dengan partai lain, khususnya yang
tidak berorientasi dakwah, kecuali jika partai dakwah tersebut berada pada posisi pemimpin koalisi atau pemenang pemilu. Partai ini tidak bias berkoalisi di bawah partai lain, bukan karena tidak mampu bekerjasama, melainkan karena landasan spiritual
dalam pengambilan keputusannya berbeda.
Idealnya, keterlibatan agama dalam politik memang seharusnya seperti dikatakaan Immanuel Kant, agama
harus terlibat dalam politik
agar tercipta kepemimpinan yang bersih dan amanah.
Namun dalam kenyataannya agama malah lebih sering sekedar dijadikan alat bagi
para politikus untuk mendapatkan kekuasaan dengan mudah.
Dalam hal ini, tentu tak lepas dari bantuan penggiringan opini dari
para ulama.
Setiap kali pagelaran politik digelar,
para ulama dan tokoh agama (termasuk ustad,
pemimpin ormas keagamaan, penceramah,
pimpinan institusi agama, akademisi) ikut sibuk menjadi
"corong” politisi dan kandidat atau pasangan calon
(paslon) tertentu. Bahkan tidak sedikit
para tokoh agama dan ulama yang ikut terjun langsung menjadi
"paslon” (calondewan) bersaing dengan tokoh-tokoh dari kubu
lain.Sampai saat ini, banyak tokoh
agama dan ulama yang terjun dan tertarik terhadap politik - kekuasaan. Simaklah hiruk-pikuk para tokoh agama dan ulama menjelang Pilkada ini. Karena didorong oleh "nafsu”, ambisi, keinginan, dan kepentingan tertentu (baik kepentingan politik-ekonomi maupun kepentingan ideologi-keagamaan), mereka rela menjadi "bamper” paslon tertentu. Merekarela "berkelahi” dan
"berperang” dengan para tokoh agama danulama yang mendukungpaslon lain.
Demi memuluskan jalan bagi paslon yang mereka dukun gitu, mereka juga tidak segan-segan menyitir ayat-ayat dan teks-teks keagamaan sebagai "legitimasiteologis”.
Kehadiran sosok ulamahendaknya menjadi teladan bagi elit politik yang lain, juga kepada umat manusia di Indonesia khususnya. Ulama adalah sosok yang dikenal ‘alim (berlimu) dan mempunyai moralitas yang baik. Dengan kehadiran ulama seharusnya bias mewarnai politik kekuasaan menjadi harmonis, bukan malah menambah kontras permusuhan antar golongan atau antar partai. Hal ini yang seharusnya diperhatikan oleh ulama.
Sebenarnya yang dititik beratkan adalah peranan ulama dalam melakukan aktualisasinya di hadapan semua umatnya. Jika seorang ulama itu ikutan dildalam dunia politik, maka tidak lain adalah untuk menjadi figure dan teladan yang baik, entah itu bagi tokoh politikus yang lain atau masyarakat yang memandangnya. Namun jika ulama tersebut tidak mau berkecimpung dalam dunia politik, maka sewajarnya menjadi ulama yang sebenarnya. Artinya, ulama yang
memang benar-benar mengasuh dan menuntun umat agar mendapat siraman rohani dalam menjalani kehidupan bersosial vertical dan horizontal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar